Monday, August 15, 2011

Doa Ibu, Kado Istimewa


Bisa jadi saya anak yang paling malang diantara anak-anak lain di kampung. Bukan karena ibu jarang memberi uang untuk jajan di sekolah, sehingga saya sering menghabiskan waktu istirahat sekolah untuk mereka-reka berapa uang jajan si Adi, apa yang selalu dibeli Rena, atau memerhatikan nikmatnya es doger di tangan Sukma. Bahkan untuk merayakan hari ulang tahunku yang setahun sekalipun ibu tidak melakukannya.

Tidak ada tepuk meriah teman – teman, tidak juga tiupan lilin diatas kue tart yang selalu saya saksikan di setiap perayaan ulang tahun teman-teman. Tidak ada balon, hiasan ulang tahun, dan yang pasti tidak mungkin saya berharap ada kado ulang tahun. Siapa yang mau ngasih???? Tak ada pesta, yaaa tak ada kado.

“ibu yang akan kasih kamu kado,,,,” sapa ibu yang mengagetkan lamunanku. Sejenak kemudian saya masih terdiam membayangkan gerangan kado apa yang akan diberikan ibu. Sampai akhirnya, sebuah doa terajut dari multnya disertai kecupan hangat di kening dan pipi.

Seketika, sebalut kehangatan terasa menelusup ke setiap aliran darahku. Doa ibu jauh lebih indah dari hiruk-pikuk tepuk tangan, tak bisa dibandingkan kue tart termahal sekalipun. Lilin merah dengan api menyala, balon dan hiasan ulang tahun jelas tak seindah doa ibu. Untaian kalimat pinta yang dirajut ibu, bahkan lebih sempurna dari gaun ulang tahun milik siapapun.

Kehangatan kecupan ibu jelas lebh sejuk dari jutaan ucapan selamat dari siapapun. Tak ada satu bingkisan ulang tahun yang mampu menandinginya, kecupan ibu adalah kado termahal yang pernah ku terima.

Suatu ketika saya terjatuh saat pertama kali belajar naik sepeda. Saya menangis karena dua sebab: kaki saya memar dan sedikit berdarah tepat di lutut kanan, dan kemudi sepeda saya bengkok. Bapak segera mengangkat sepeda sementara ibu langsung mendekapku. Tidak ragu, ibu mengusap air mataku dan memberikan satu kecupan pada luka di kakiku.

Kecupan ibu juga yang mengantarku masuk ke ruang kelas saat hari pertama sekolah. Mulanya aku takut, mungkin ini juga yang dirasakan setiap anak yang baru pertama kali masuk sekolah. Dalam pandanganku, bangku-bangku sekolah dasar, papan tulis juga meja belajar itu mirip makhluk aneh yang siap menerkamku. Guru dan teman-teman baru itu, lebih terlihat seperti monster menyeramkan bagiku. Tapi, dengan sekali kecupan di ubun-ubunku, ibu berkata, “Masuklah, anak ibu kan jagoan,,,,”

Selang sepekan hari sekolah, tepat di pekan kedua, seharusnya saya kembali masuk sekolah. Tapi, demam yang menyerangk sejak malam tak kunjung reda di pagi harinya. Saya sedih tidak bisa sekolah di hari itu, sedih juga karena tidak bertemu teman-teman baik di kelas, dan yang paling menyedihkan tentu saja saya harus tertinggal pelajaran di kelas. Namun, ternyata bukan hanya saya yang sedih saat itu, tepat di pinggir tempat tidurku, sesosok anggun terlelap lelah setelah semalaman terjaga menungguku, memberiku obat, mendengarkan setap keluhanku, membetulkan selimutku, dan mendekapku erat saat tubuh ini menggigil kedinginan. Di sudut matanya, masih tersisa bekas air mata semalam.

Kini saya sadari, doa dan kecupan ibulah kado yang palng kuharapkan di setiap hari ulang tahunku. Dan tetu saja kehadiran ibu senantiasa leih kuinginkan dari sekedar ratusan undangan lengap dengan ratusan kadonya.

Bagi saya, ibu adalah kado terindah di setiap ulang tahunku. Terima kasih Allah yang masih memberikan kesempatan saya untuk bersama ibu di hari terindah ini. Dan saya selalu berharap, di tahun depan ibu masih tetap menjadi kado istimewa.

Ibu, semakin kumengerti kehadiranmu.

No comments: